Sabtu, 27 September 2008
Kamis, 25 September 2008
akan kemana
seorang arsitek menjadikan ketakutannya akan tanggung jawabnya terhadap lingkungan, profesi, client, dan masyarakat dengan berpikir keras untuk menjadikan desainnya paling tidak berguna. ya, agar berguna. tidak hanya untuk dirinya sendiri demi membuat dapurnya tetap mengepul. sayangnya, dalam sebuah perdebatan di forum AMI, tenang untuk apa kuliah Arsitektur. terlihat jelas ketidakadilan untuk seorang arsitek. mungkin haruss dimulai dengan menjadi profesional terhadap dirinya sendiri, terhadap teman seprofesinya, hingga terhadap bawahannya. barulah bisa tegas terhadap client dan masyarakat. kalo seorang arsitek berkoar-koar minta diperlakukan secara profesional, maka pada saat yang sama, dia harus bersikap profesional juga terhadap dirinya dan bawahannya. jika terhadap bawahannya saja, tidak memiliki status yang jelas berupa kontrak kerja. maka jangan tanyakan kenapa sering sekali biro arsitek di negeri ini kalau sering "dimanipulasi" clientnya.akan kemana kita.
Rabu, 24 September 2008
Jumat, 19 September 2008
berkubang
sudah satu minggu ini, setelah memutuskan berhenti dari tempat magang. lebih tepatnya kabur. gak peduli kalo masih ditahan-tahan sama orang kantor, kerjaanku belum selese soalnya. tapi berhubung waktu dah masuk penulisan. saya memilih kabur. dan hari-hari terakhir ini, berkubang di perpustakaan, menyepi atau lebih tepatnya meramaikan perpus bersama segerombolan mahasiswa penulisan. dihadapi kenyataan, masih saja lupa minjam scanner, dan tidak bisa connect internet, rebutan sama orang sekampus soalnya. berkubang..mari kita berkubang...
Selasa, 16 September 2008
Anak-anak
Malam senin kemarin, lumayan panas. Setelah sehari sebelumnya tak ada hujan. Tepat di tengah-tengah sholat tarawih, sepertinya ada yang menggangu. Ribut..ribut…anak-anak ini sepertinya menggila. Atau karena sudah 2 minggu ini tidak pulang ke rumah dan merasakan sholata tarawih di sini, daerah pinggir kabupaten Boyolali. Seorang anak mengikuti bacaan imam, satu lagi menyuruh diam, yang lain Cuma bilang ssstt…sst…yang lain marah-marah, karena ada yang marah-marah, teman-temannya malah ketawa. Lengkap sudah, kegaduhan di tengah sholat tarawih. Malam itu, dihiasi suara gaduh anak-anak. Di saat sholat tarawih selesai, tepatnya saat ceramah sebelum shalat witir, seorang dewasa menyuruh mereka keluar, menuntun anak-anak ini ke tempat wudhu, sebelum kembali lagi ke dalam masjid. Niatnya baik memang. Tapi berhubung yang diajak anak-anak, lain lagi ceritanya, saat yang laki-laki keluar, anak perempuan ikut turun dari lantai dua masjid. Bisa dibayangkan yang terjadi kemudian, keribuatan makin membesar dan sang dewasa hanya bisa menyuruh mereka diam dan masuk ke dalam masjid. Anak-anak ini.
Walaupun sudah bikin jamaah dalam masjid berkurang kekhusukannya, mereka juga yang menyemarakkan masjid dengan riuh rendahnya, dengan rebutan mengumpulakan buku yang harus ditandatangani sang penceramah saat selesai sholat, ataupun berebut keluar masjid saat telah selesai. Ngomong-ngomong tentang buku yang ditandatangani, sepertinya saat kecil saya juga punya. Tidak sebagus sekarang memang, bukan buku cetak dengan segala keterangan dan kolom-kolom sehingga sang anak tinggal mengisi tanggal, siapa penceramahnya. Buku saya itu hanya buku bergaris biasa, dengan kolom yang dibuat sendiri, dibikin sedikit miring agar diakui sebagai bikinan sendiri. Isinya cuma jadwal sholat, pekerjaan sehari-hari di rumah dan tanda tangan. Kalo anak-anak sekarang sudah punya saat sd, kelas satu smp saya merasakan punya buku seperti ini, yang kadang agar terisi penuh, saya akan mondar-mandir di dekat sajadah di kamar biar dikira abis sholat atau menendang-nendang sapu puluhan kali sehari di rumah, sehingga saya bisa menulisnya sebagai kegiatan menyapu rumah. Dan bereslah pekerjaan mengisi buku ini. Dasar bodoh.
Anak-anak seperti inilah yang memenuhi dua shaff masjid yang jaraknya dua ratus meter dari rumah saya di Ende setiap shalat tarawih. Dan berhubung imam masjid nya galak, ustad Ndaro namanya. Tak ada seorang pun anak yang berani macam-macam saat sholat, diam, tegang, Cuma mengikuti gerakan dan bacaan orang dewasa di sebelahnya. Improvisasi akan terjadi saat ada bacaan amiiiiinnnn…atau….bacaan yang ada aaaaaaa…. nya saat jeda sholat tarawih….soalnya Cuma di dua moment itu teriakan anak-anak ini berguna.
Anak-anak seperti ini juga yang berlari dari sd nya saat pelajaran olahraga menuju pinggir pantai dengan jarak sekitar lima ratus meter, bitta beach namanya. Keren juga. Walaupun yang saya tau, bitta itu artinya becek dalam bahasa setempat dan beach artinya panatai. Cuma itu. Anak-anak ini akan berlari sejak jam olahraga dan tak pernah balik ke sekolah hingga bel pulang, apalagi kalo bukan mampir untuk membakar ubi di kebun entah punya siapa. Apalagi, dekat pantai itu, perkampungan nelayan berdiri, dan jadi rumah hampir sebagian murid di sekolah.
Anak-anak yang kadang menjadi sok dewasa. Seorang anak gendut, belum masuk tk, entah karena ngambek dengan siapa, mengambil kain pel kotor dan menutup dua bayi kembar hingga kesulitan bernafas dan menangis keras. Seorang lagi yang lebih tua, menyingkirkan kain dan memukul si anak bongsor dengan seruling bamboo hingga patah. Si anak bongsor adalah mohamad khairul, sang sepupu, si kembar adalah adiknya, mohamad fahrul dan mohamad fahril, dan tukang pukulnya saya sendiri. Menyesal ngingatnya. Kekerasan bukan penyelesaiannya, apalagi untuk anak-anak. Toh dia hanya mengikuti yang lebih tua, siapa lagi kalo bukan saya.
Dan sepuluh tahun kemudian, si anak bongsor sudah masuk smp, dengan badan nya yang semakin bongsor, tapi kini berisi karena aktif main bola, si kembar yang lebih tua,mohamad fahrul sudah kelas 5 sd, juga dengan tubuh bongsor berisi, juga karena main bola, sementara si kembar satunya diberi cobaan untuk orang tuanya, karena berbeda. Menderita autis. Walaupun karena si anak yang disebut terakhir ini, motivai keluarga besar jadi meningkat untuk jadi lebih baik dan mensyukuri semua yang telah diberikan oleh Yang Maha Kuasa.
Masa-masa itu akan jadi masa yang indah untuk dikenang.
Masa anak-anak
Walaupun sudah bikin jamaah dalam masjid berkurang kekhusukannya, mereka juga yang menyemarakkan masjid dengan riuh rendahnya, dengan rebutan mengumpulakan buku yang harus ditandatangani sang penceramah saat selesai sholat, ataupun berebut keluar masjid saat telah selesai. Ngomong-ngomong tentang buku yang ditandatangani, sepertinya saat kecil saya juga punya. Tidak sebagus sekarang memang, bukan buku cetak dengan segala keterangan dan kolom-kolom sehingga sang anak tinggal mengisi tanggal, siapa penceramahnya. Buku saya itu hanya buku bergaris biasa, dengan kolom yang dibuat sendiri, dibikin sedikit miring agar diakui sebagai bikinan sendiri. Isinya cuma jadwal sholat, pekerjaan sehari-hari di rumah dan tanda tangan. Kalo anak-anak sekarang sudah punya saat sd, kelas satu smp saya merasakan punya buku seperti ini, yang kadang agar terisi penuh, saya akan mondar-mandir di dekat sajadah di kamar biar dikira abis sholat atau menendang-nendang sapu puluhan kali sehari di rumah, sehingga saya bisa menulisnya sebagai kegiatan menyapu rumah. Dan bereslah pekerjaan mengisi buku ini. Dasar bodoh.
Anak-anak seperti inilah yang memenuhi dua shaff masjid yang jaraknya dua ratus meter dari rumah saya di Ende setiap shalat tarawih. Dan berhubung imam masjid nya galak, ustad Ndaro namanya. Tak ada seorang pun anak yang berani macam-macam saat sholat, diam, tegang, Cuma mengikuti gerakan dan bacaan orang dewasa di sebelahnya. Improvisasi akan terjadi saat ada bacaan amiiiiinnnn…atau….bacaan yang ada aaaaaaa…. nya saat jeda sholat tarawih….soalnya Cuma di dua moment itu teriakan anak-anak ini berguna.
Anak-anak seperti ini juga yang berlari dari sd nya saat pelajaran olahraga menuju pinggir pantai dengan jarak sekitar lima ratus meter, bitta beach namanya. Keren juga. Walaupun yang saya tau, bitta itu artinya becek dalam bahasa setempat dan beach artinya panatai. Cuma itu. Anak-anak ini akan berlari sejak jam olahraga dan tak pernah balik ke sekolah hingga bel pulang, apalagi kalo bukan mampir untuk membakar ubi di kebun entah punya siapa. Apalagi, dekat pantai itu, perkampungan nelayan berdiri, dan jadi rumah hampir sebagian murid di sekolah.
Anak-anak yang kadang menjadi sok dewasa. Seorang anak gendut, belum masuk tk, entah karena ngambek dengan siapa, mengambil kain pel kotor dan menutup dua bayi kembar hingga kesulitan bernafas dan menangis keras. Seorang lagi yang lebih tua, menyingkirkan kain dan memukul si anak bongsor dengan seruling bamboo hingga patah. Si anak bongsor adalah mohamad khairul, sang sepupu, si kembar adalah adiknya, mohamad fahrul dan mohamad fahril, dan tukang pukulnya saya sendiri. Menyesal ngingatnya. Kekerasan bukan penyelesaiannya, apalagi untuk anak-anak. Toh dia hanya mengikuti yang lebih tua, siapa lagi kalo bukan saya.
Dan sepuluh tahun kemudian, si anak bongsor sudah masuk smp, dengan badan nya yang semakin bongsor, tapi kini berisi karena aktif main bola, si kembar yang lebih tua,mohamad fahrul sudah kelas 5 sd, juga dengan tubuh bongsor berisi, juga karena main bola, sementara si kembar satunya diberi cobaan untuk orang tuanya, karena berbeda. Menderita autis. Walaupun karena si anak yang disebut terakhir ini, motivai keluarga besar jadi meningkat untuk jadi lebih baik dan mensyukuri semua yang telah diberikan oleh Yang Maha Kuasa.
Masa-masa itu akan jadi masa yang indah untuk dikenang.
Masa anak-anak
Miris
Apalagi ini, kenapa hanya berita duka dari negeri ini. Mulai dari bencana alam sampai kejadian yang menurut saya aneh. Entahlah, 21 nyawa melayang untuk memeperebutkan uang 30 ribu rupiah. Apakah seburuk ini. Parade kemiskinan, kata ahlinya. Apa hendak dikata yang terjadi telah terjadi. Kalau panitia helarfest akan menanggung ratusan juta gara-gara perhelatan penutupan ajang kreatif ini dibubarkan setelah ada rencana sang presiden akan kondangan di Bandung, beda lagi dengan di Bali, seniman nya kini bingung setelah beberapa karya asli Bali didaftarkan hak ciptanya oleh orang asing. Jadilah kini, kekacauan makin menjadi. Hampir di semua lini kehidupan. Hampir di setiap tarikan napas penghuni bumi.
Rabu, 10 September 2008
hanya niatan...
hari ini..masih hari ini...maunya ngerjain skripsi di perpus. knapa cuma ngenet gak jelas dan ngobrol2 yak. ngeliat orang d perpus sibuk sendiri dengan buku dan laptop di depannya. kalo saya, buku emang kebuka..tapi jelas gak d baca.brrrr
makan sahur
pagi ini, dengan keadaan belum tidur, tepatnya jam 02.30. bejalan gontai ke waroeng makan deket kos..telat, tidak seperti biasanya yang sepi, kosan depan orang2nya dah pada bangaun. maka antrilah. standar orang ngantri, diam terpaku, ngeliatin makanan yang tersedia, sapa tau udah abis pas giliran tiba. kalo segerombolan anak kosan depan bisa nungguin sambil bcanda. saya terpaku, coba lebih akrab dengan anak kosan sendiri...
hari ini-->10 september2008
hari ini. masih seperti kemaren. tidak tidur malam harinya dan hibernasi dari jam 6 pagi sampe jam 10 siang. semoga besok atau tepatnya malam ini tidak seperti itu. insomnia sudah menyerang kehidupan malamku.brrr.. menghabiskan seharian waktuku di perpus..sepertinya bakal menjadi rutinitas lagi.. semoga tidak. kalo td pagi2 dah di sms lia buat ditagih biaya buka bareng di tempat wina. sekarang, siang ini, dah laper.he..astagfirullah..puasa bung..puasa...inget umur...dah deket menuju kubur. kubur?jadi keinget para pencari tuhan tadi pagi....well, walaupun diselipi iklan seabrek. paling gak ini acara yang paling mendingan saat menemani makan sahur...adauh lagi.
akhirnya ketemu
FutureArc design competition bakal segera berlanjut....
partner buat ngerjain dah ketemu...
walopun rada males2an..tapi kalo serius, kerjaan nya keren juga ternyata...
dan pada saat yang sama dia masih merasa kerjaan nya masih belum maksimal...yah itulah manusia...tidak pernah puas..baguslah..paling gak bisa jadi motivasi buat ke depannya..
smoga berjalan lancar...
semangat ibusapi!!!
partner buat ngerjain dah ketemu...
walopun rada males2an..tapi kalo serius, kerjaan nya keren juga ternyata...
dan pada saat yang sama dia masih merasa kerjaan nya masih belum maksimal...yah itulah manusia...tidak pernah puas..baguslah..paling gak bisa jadi motivasi buat ke depannya..
smoga berjalan lancar...
semangat ibusapi!!!
Subject: [forum AMi] UIA Diary: 6 Wasiat Eisenman
Rekan2 yg budiman,
ada sedikit catatan kecil oleh2 dari UIA congress di Torino kemarin.
mudah2an bermanfaat. Sempat dipublikasikan juga di majalah Indonesia Design edisi
terbaru.
salam,
emil
------------ --------- --------- ---------
UIA Diary: 6 WASIAT EISENMAN
oleh M. Ridwan Kamil
Di Torino yang dingin berangin, menyeruput secangkir cappucino menjadi hal kecil yang
luar biasa. Kelegitan kopi terbaik yang pernah saya minum hadir setiap pagi. Di kota
tempat kongres UIA bulan Juli lalu ini tidak ditemukan satupun café Starbucks. Mungkin
mereka minder dengan kualitas cappucino khas orang Italia. Apalagi jika yang menyeduh
adalah Nicoletta, gadis ramping nan cantik mirip Angelina Jolie yang melayani delegasi
Indonesia di restoran Vittorio. Perfecto.
Dari sekian banyak acara dan ceramah dari para arsitek dunia di kongres UIA ini, ada satu
kuliah dari Peter Eisenman yang terus mengiang-ngiang di telinga saya. Dengan usianya
yang sudah tua dan gayanya yang kebapakan, Eisenman mengemukakan sedikitnya 6
pesan tentang tentang arsitektur kontemporer.
Pertama. Eisenman mengingatkan bahwa kita sedang berada dalam krisis diskursus
arsitektur. "Kita berada di dekade yang tidak menawarkan nilai baru," ujarnya. Yang ada
hanya "lateness" atau kebaruan demi kebaruan geometri arsitektur yang berubah secara
periodik tahunan, bulanan atau bahkan mingguan. Menurutnya tidak ada kegairahan
perdebatan arsitektur dunia seperti halnya ketika arsitektur Modern bergeser ke
Postmodern. Ataupun kegairahan ketika kerumitan dan kegeniusan diskursus
dekonstruksi Derrida dipinjam oleh para arsitek dunia untuk menjadi wacana hangat di
jamannya.
Kedua. Eisenman melihat banyaknya karya arsitektur kontemporer yang sibuk dengan
geometri yang semakin rumit, namun seringkali tidak memiliki kualitas yang mampu
menghadirkan makna mendalam. "Just a piece of meaningless form," kritiknya. Selain itu,
banyak pula arsitektur yang tidak mampu memperkuat konteks kota dan budaya tempat
ia berdiri. Karenanya Eisenman membenci Dubai. Baginya Dubai adalah sirkus arsitektur.
Segala bentuk bisa hadir tanpa korelasi, tanpa preferensi dan tanpa didahului oleh esensi
`livability' atau roh berkehidupan dari sebuah kota. Kota adalah untuk manusia. Dan
Dubai tidak memilikinya.
Ketiga. Eisenman merenungi bahwa karya arsitektur seharusnya bisa dirasakan sampai ke
lerung hati terdalam. Arsitektur tidak hanya cukup menjadi sebuah entitas dan objek
visual semata. Arsitektur terbaik adalah arsitektur yang mampu menyentuh psikologis
manusia secara emosional. "let the heart be your judge," ungkapnya. Arsitektur harus
mampu mengalirkan makna-makna di ruang-ruang tiga dimensional itu. Renungannya
ini sejalan dengan konsep `tactility' yang didengungkan sosiolog Kenichi Sasaki yang
memuji arsitektur yang menstimulasi seluruh indra manusia. Arsitektur yang tidak
memanjakan indra visual semata.
Keempat. Eisenman mengingatkan kita, terutama para mahasiswa arsitektur, untuk tidak
mendewakan komputer. Eisenman mengkhawatirkan generasi sekarang yang
menggantungkan 100 persen proses desain dengan komputer. "Mereka menjual
keindahan melalui manipulasi photoshop," debatnya. Dengan imaji-imaji yang secara
visual spektakuler seolah urusan sudah selesai. Baginya proses desain harus dimulai dari
kerja keras kontemplasi berpikir. Konsep desain harus mampu dirasakan dengan hati.
Kemudian mengalir deras ke syaraf-syaraf di sepanjang jari-jari tangan. Karenanya
sensitivitas indrawi masih ia anggap yang terbaik dalam melatih pencarian konsep
berarsitektur,
Kelima. Eisenman berpesan bagi para arsitek di negara-negar berkembang untuk tetap
optimis dan selalu merasa beruntung. Beruntung karena pada umumnya negara
berkembang seperti kebanyakan negara di Asia masih memiliki referensi eksotisme
budaya. Budaya yang masih memiliki tradisi kultural sebagai sumber konsep, legenda
yang emosional sebagai sumber makna dan ritual referensional sebagai sumber cerita.
Kekayaan-kekayaan kultural inilah yang tidak dimiliki di negara Barat seperti halnya
Amerika Serikat tempatnya bermukim dan berpraktek.
Keenam. Eisenman menceritakan bahwa tiada yang lebih bermakna dalam profesi arsitek
selain dari sebuah ketulusan pertemanan dan kesetiakawanan sesama arsitek. Ia
kemudian bercerita tentang struktur vertikal di proyek Galia Cultural di Spanyol yang ia
bangun sebagai perwujudan wasiat terakhir dari mendiang sahabatnya John Hedjuk.
Mendiang koleganya yang sering menjadi teman minum kopi, sahabat berdiskusi dan
kritikusnya selama mereka berpraktek di New York. Persahabatan adalah keindahan.
Itulah enam pesan dari arsitek yang mendedikasikan dirinya untuk terus mengajar dan
menularkan pemikiran-pemikiran kritis kepada ratusan muridnya dan ribuan
pengagumnya. Dunia arsitektur yang saat ini miskin provokasi memang membutuhkan
kehangatan pemikiran Eisenman. Sehangat dan semenyentak cappucino yang diseduh
Nicoletta, teman kita dari Torino. Kita memang butuh kehangatan yang menyentakkan
syaraf sekaligus menyegarkan pikiran. Setiap pagi.
Torino, Juli 2008.
ada sedikit catatan kecil oleh2 dari UIA congress di Torino kemarin.
mudah2an bermanfaat. Sempat dipublikasikan juga di majalah Indonesia Design edisi
terbaru.
salam,
emil
------------ --------- --------- ---------
UIA Diary: 6 WASIAT EISENMAN
oleh M. Ridwan Kamil
Di Torino yang dingin berangin, menyeruput secangkir cappucino menjadi hal kecil yang
luar biasa. Kelegitan kopi terbaik yang pernah saya minum hadir setiap pagi. Di kota
tempat kongres UIA bulan Juli lalu ini tidak ditemukan satupun café Starbucks. Mungkin
mereka minder dengan kualitas cappucino khas orang Italia. Apalagi jika yang menyeduh
adalah Nicoletta, gadis ramping nan cantik mirip Angelina Jolie yang melayani delegasi
Indonesia di restoran Vittorio. Perfecto.
Dari sekian banyak acara dan ceramah dari para arsitek dunia di kongres UIA ini, ada satu
kuliah dari Peter Eisenman yang terus mengiang-ngiang di telinga saya. Dengan usianya
yang sudah tua dan gayanya yang kebapakan, Eisenman mengemukakan sedikitnya 6
pesan tentang tentang arsitektur kontemporer.
Pertama. Eisenman mengingatkan bahwa kita sedang berada dalam krisis diskursus
arsitektur. "Kita berada di dekade yang tidak menawarkan nilai baru," ujarnya. Yang ada
hanya "lateness" atau kebaruan demi kebaruan geometri arsitektur yang berubah secara
periodik tahunan, bulanan atau bahkan mingguan. Menurutnya tidak ada kegairahan
perdebatan arsitektur dunia seperti halnya ketika arsitektur Modern bergeser ke
Postmodern. Ataupun kegairahan ketika kerumitan dan kegeniusan diskursus
dekonstruksi Derrida dipinjam oleh para arsitek dunia untuk menjadi wacana hangat di
jamannya.
Kedua. Eisenman melihat banyaknya karya arsitektur kontemporer yang sibuk dengan
geometri yang semakin rumit, namun seringkali tidak memiliki kualitas yang mampu
menghadirkan makna mendalam. "Just a piece of meaningless form," kritiknya. Selain itu,
banyak pula arsitektur yang tidak mampu memperkuat konteks kota dan budaya tempat
ia berdiri. Karenanya Eisenman membenci Dubai. Baginya Dubai adalah sirkus arsitektur.
Segala bentuk bisa hadir tanpa korelasi, tanpa preferensi dan tanpa didahului oleh esensi
`livability' atau roh berkehidupan dari sebuah kota. Kota adalah untuk manusia. Dan
Dubai tidak memilikinya.
Ketiga. Eisenman merenungi bahwa karya arsitektur seharusnya bisa dirasakan sampai ke
lerung hati terdalam. Arsitektur tidak hanya cukup menjadi sebuah entitas dan objek
visual semata. Arsitektur terbaik adalah arsitektur yang mampu menyentuh psikologis
manusia secara emosional. "let the heart be your judge," ungkapnya. Arsitektur harus
mampu mengalirkan makna-makna di ruang-ruang tiga dimensional itu. Renungannya
ini sejalan dengan konsep `tactility' yang didengungkan sosiolog Kenichi Sasaki yang
memuji arsitektur yang menstimulasi seluruh indra manusia. Arsitektur yang tidak
memanjakan indra visual semata.
Keempat. Eisenman mengingatkan kita, terutama para mahasiswa arsitektur, untuk tidak
mendewakan komputer. Eisenman mengkhawatirkan generasi sekarang yang
menggantungkan 100 persen proses desain dengan komputer. "Mereka menjual
keindahan melalui manipulasi photoshop," debatnya. Dengan imaji-imaji yang secara
visual spektakuler seolah urusan sudah selesai. Baginya proses desain harus dimulai dari
kerja keras kontemplasi berpikir. Konsep desain harus mampu dirasakan dengan hati.
Kemudian mengalir deras ke syaraf-syaraf di sepanjang jari-jari tangan. Karenanya
sensitivitas indrawi masih ia anggap yang terbaik dalam melatih pencarian konsep
berarsitektur,
Kelima. Eisenman berpesan bagi para arsitek di negara-negar berkembang untuk tetap
optimis dan selalu merasa beruntung. Beruntung karena pada umumnya negara
berkembang seperti kebanyakan negara di Asia masih memiliki referensi eksotisme
budaya. Budaya yang masih memiliki tradisi kultural sebagai sumber konsep, legenda
yang emosional sebagai sumber makna dan ritual referensional sebagai sumber cerita.
Kekayaan-kekayaan kultural inilah yang tidak dimiliki di negara Barat seperti halnya
Amerika Serikat tempatnya bermukim dan berpraktek.
Keenam. Eisenman menceritakan bahwa tiada yang lebih bermakna dalam profesi arsitek
selain dari sebuah ketulusan pertemanan dan kesetiakawanan sesama arsitek. Ia
kemudian bercerita tentang struktur vertikal di proyek Galia Cultural di Spanyol yang ia
bangun sebagai perwujudan wasiat terakhir dari mendiang sahabatnya John Hedjuk.
Mendiang koleganya yang sering menjadi teman minum kopi, sahabat berdiskusi dan
kritikusnya selama mereka berpraktek di New York. Persahabatan adalah keindahan.
Itulah enam pesan dari arsitek yang mendedikasikan dirinya untuk terus mengajar dan
menularkan pemikiran-pemikiran kritis kepada ratusan muridnya dan ribuan
pengagumnya. Dunia arsitektur yang saat ini miskin provokasi memang membutuhkan
kehangatan pemikiran Eisenman. Sehangat dan semenyentak cappucino yang diseduh
Nicoletta, teman kita dari Torino. Kita memang butuh kehangatan yang menyentakkan
syaraf sekaligus menyegarkan pikiran. Setiap pagi.
Torino, Juli 2008.
Langganan:
Postingan (Atom)