Malam senin kemarin, lumayan panas. Setelah sehari sebelumnya tak ada hujan. Tepat di tengah-tengah sholat tarawih, sepertinya ada yang menggangu. Ribut..ribut…anak-anak ini sepertinya menggila. Atau karena sudah 2 minggu ini tidak pulang ke rumah dan merasakan sholata tarawih di sini, daerah pinggir kabupaten Boyolali. Seorang anak mengikuti bacaan imam, satu lagi menyuruh diam, yang lain Cuma bilang ssstt…sst…yang lain marah-marah, karena ada yang marah-marah, teman-temannya malah ketawa. Lengkap sudah, kegaduhan di tengah sholat tarawih. Malam itu, dihiasi suara gaduh anak-anak. Di saat sholat tarawih selesai, tepatnya saat ceramah sebelum shalat witir, seorang dewasa menyuruh mereka keluar, menuntun anak-anak ini ke tempat wudhu, sebelum kembali lagi ke dalam masjid. Niatnya baik memang. Tapi berhubung yang diajak anak-anak, lain lagi ceritanya, saat yang laki-laki keluar, anak perempuan ikut turun dari lantai dua masjid. Bisa dibayangkan yang terjadi kemudian, keribuatan makin membesar dan sang dewasa hanya bisa menyuruh mereka diam dan masuk ke dalam masjid. Anak-anak ini.
Walaupun sudah bikin jamaah dalam masjid berkurang kekhusukannya, mereka juga yang menyemarakkan masjid dengan riuh rendahnya, dengan rebutan mengumpulakan buku yang harus ditandatangani sang penceramah saat selesai sholat, ataupun berebut keluar masjid saat telah selesai. Ngomong-ngomong tentang buku yang ditandatangani, sepertinya saat kecil saya juga punya. Tidak sebagus sekarang memang, bukan buku cetak dengan segala keterangan dan kolom-kolom sehingga sang anak tinggal mengisi tanggal, siapa penceramahnya. Buku saya itu hanya buku bergaris biasa, dengan kolom yang dibuat sendiri, dibikin sedikit miring agar diakui sebagai bikinan sendiri. Isinya cuma jadwal sholat, pekerjaan sehari-hari di rumah dan tanda tangan. Kalo anak-anak sekarang sudah punya saat sd, kelas satu smp saya merasakan punya buku seperti ini, yang kadang agar terisi penuh, saya akan mondar-mandir di dekat sajadah di kamar biar dikira abis sholat atau menendang-nendang sapu puluhan kali sehari di rumah, sehingga saya bisa menulisnya sebagai kegiatan menyapu rumah. Dan bereslah pekerjaan mengisi buku ini. Dasar bodoh.
Anak-anak seperti inilah yang memenuhi dua shaff masjid yang jaraknya dua ratus meter dari rumah saya di Ende setiap shalat tarawih. Dan berhubung imam masjid nya galak, ustad Ndaro namanya. Tak ada seorang pun anak yang berani macam-macam saat sholat, diam, tegang, Cuma mengikuti gerakan dan bacaan orang dewasa di sebelahnya. Improvisasi akan terjadi saat ada bacaan amiiiiinnnn…atau….bacaan yang ada aaaaaaa…. nya saat jeda sholat tarawih….soalnya Cuma di dua moment itu teriakan anak-anak ini berguna.
Anak-anak seperti ini juga yang berlari dari sd nya saat pelajaran olahraga menuju pinggir pantai dengan jarak sekitar lima ratus meter, bitta beach namanya. Keren juga. Walaupun yang saya tau, bitta itu artinya becek dalam bahasa setempat dan beach artinya panatai. Cuma itu. Anak-anak ini akan berlari sejak jam olahraga dan tak pernah balik ke sekolah hingga bel pulang, apalagi kalo bukan mampir untuk membakar ubi di kebun entah punya siapa. Apalagi, dekat pantai itu, perkampungan nelayan berdiri, dan jadi rumah hampir sebagian murid di sekolah.
Anak-anak yang kadang menjadi sok dewasa. Seorang anak gendut, belum masuk tk, entah karena ngambek dengan siapa, mengambil kain pel kotor dan menutup dua bayi kembar hingga kesulitan bernafas dan menangis keras. Seorang lagi yang lebih tua, menyingkirkan kain dan memukul si anak bongsor dengan seruling bamboo hingga patah. Si anak bongsor adalah mohamad khairul, sang sepupu, si kembar adalah adiknya, mohamad fahrul dan mohamad fahril, dan tukang pukulnya saya sendiri. Menyesal ngingatnya. Kekerasan bukan penyelesaiannya, apalagi untuk anak-anak. Toh dia hanya mengikuti yang lebih tua, siapa lagi kalo bukan saya.
Dan sepuluh tahun kemudian, si anak bongsor sudah masuk smp, dengan badan nya yang semakin bongsor, tapi kini berisi karena aktif main bola, si kembar yang lebih tua,mohamad fahrul sudah kelas 5 sd, juga dengan tubuh bongsor berisi, juga karena main bola, sementara si kembar satunya diberi cobaan untuk orang tuanya, karena berbeda. Menderita autis. Walaupun karena si anak yang disebut terakhir ini, motivai keluarga besar jadi meningkat untuk jadi lebih baik dan mensyukuri semua yang telah diberikan oleh Yang Maha Kuasa.
Masa-masa itu akan jadi masa yang indah untuk dikenang.
Masa anak-anak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar